Sebut saja dia Tini. Wanita berumur 28 tahun ini merasakan sering keputihan. Di bagian vagina terasa gatal-gatal, perih dan ada bintilbintil kecil yang melepuh. Hal seperti itu mulai ia rasakan setelah setahun menikah. ''Suami saya kadang merasakan gatal-gatal dan ada bintil-bintil yang berair dan memecah pada kelaminnya,'' kata Tini. Itu terjadi sebelum Tini mengalami masalahnya. Setelah periksa ke dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin, Tini dan suaminya dinyatakan terkena penyakit Herpes genitalis.
Apa sesungguhnya herpes pada kelamin itu? Dr Sunardi Radiono SpKK dari SMF Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito/FK UGM, menjelaskan, Herpes genitalis adalah suatu penyakit disebabkan oleh virus herpes simpleks utamanya secara alamiah tipe 2 (HSV-2). Tetapi oleh karena perilaku seksual manusia macam-macam, seperti oral seks, bisa juga karena infeksi
herpes simpleks tipe 1 (HSV-1).
Kambuh lagi antara HSV-1 dan HSV-2 secara klinis tidak berbeda, kecuali tingkat
kekambuhan. HSV-2 umumnya mengenai pasien dewasa seksual aktif. Tanda-tandanya pada alat genital alias kelamin. Pada perempuan bisa peradangan dari selaput lendir vagina sampai vulva, juga pada kulit di sekitar genitalia. Itu pada waktu pertama kali terkena (primernya), muncul lepuh-lepuh kecil, mudah terbuka/erosi sehingga menjadi seperti koreng kecil-kecil, merasakan gatal dari ringan sampai pedih/sakit, keputihan.
Sedangkan pada laki-laki bintil-bintil kecil dan memecah dan berair seperti koreng kecil-kecil. Ini kalau pertama kali terkena. Kalau serangan ulang disebut herpes genitalis recurrent umumnya terbatas yang terkena, satu sisi saja yang kena, jumlahnya bintil-bintilnya sedikit, tapi sering kambuh.
HSV-1 normatif menyebabkan herpes simpleks labialis atau parsialis yang mengenai daerah bibir atau muka. Infeksi primer pada HSV-1 biasanya terjadi pada anak-anak (bayi sampai tujuh bayi) muncul seperti gomen. Dalam waktu 10 hari, penyakit itu sembuh. Untuk membuktikannya, kata Sunardi, perlu pemeriksaan laboratorium. ''Suatu saat setelah dia dewasa bisa kambuh sebagai herpes simpleks labialis,'' katanya.
Penyakit herpes genitalis bisa dialami oleh orang di seluruh dunia, dengan perilaku seksual yang hampir sama. Umumnya penderita atau partnernya pernah mempunyai riwayat berhubungan seks dengan pasangan di luar nikah. Laki-laki yang tidak sunat, lebih berisiko terkena penyakit herpes genitalis. Pasalnya, selaput lendirnya tipis. ''Kalau sudah disunat selaput lendirnya tebal, menjadi kulit biasa, sehingga relatif lebih sulit tertular,'' jelas Sunardi. Pernah diteliti di negara lain, penduduk dewasa kota-kota besar di dunia yang positif pernah kontak dengan HSV-2 lebih dari 80 persen. Di Indonesia penduduk dewasa kota yang positif pernah kontak dengan HSV-2 di bawah 60 persen. Namun, jumlah mereka yang sampai jatuh sakit sedikit. ''Biasanya yang sampai tidak sakit itu ada indikasi
kehidupan seksualnya lebih baik,'' kata Sunardi lagi.
Mengancam bayi Herpes genitalis yang disebabkan karena HSV-2 cenderung mudah kambuh dan kekambuhan ini sangat variatif. Menurut Sunardi, umumnya jika orang yagn terkena herpes kelelahan secara fisik atau secara mental, terlalu banyak kegiatan di tempat terbuka atau kena sinar matahari berlebihan, maka ia mudah kambuh. Lain halnya dengan HSV-1. Kekambuhannya jarang dan makin ringan penyakitnya, cenderung tidak mudah kambuh. Jika herpes genitalis mengenai seorang ibu, dan pada saat persalinan sedang kambuh, berisiko menular ke bayi yang dilahirkan ketika proses persalinan. Bayi yang terkena HSV-2 akibatnya macam-macam, antara lain radang pada mata, dan kalau berat bisa radang otak (ensefalitis), erupsi kulit yang menyeluruh. Hal ini yang bisa mengancam jiwa si bayi, sekitar 50 persen menyebabkan kematian.
HSV-2 ini ditularkan melalui hubungan seks. Karena itu pada ibu yang mendekati proses persalinan dan menderita atau sedang kambuh herpes genitalis, harus segera diobati. Kalau herpes genitalisnya tidak sedang kambuh, risiko penularan dari ibu ke bayi kecil. ''Di Indonesia kasus HSV-2 pada bayi jarang, tetapi pada orang dewasa cukup banyak. Apalagi yang perilakunya macam-macam,''tuturnya.
Bila seseorang terkena herpes genitalis ini persoalannya lebih banyak ke persoalan sosial, terutama bila sering kambuh, karena bisa mengganggu hubungan suami istri. Bila suami genitalnya sering sakit, lecet, lama-lama istrinya akan stress. Pengobatannya, setiap kali kambuh memerlukan waktu penyembuhan sekitar 5-10 hari. Untuk mencegah supaya tidak sering kambuh antara lain: gaya hidup sehat, jika pasangan ingin punya anak dengan aman, kebetulan mereka terkena herpes genitalis serta kambuh-kambuh terus, bisa ditekan dengan pengobatan supresif (diobati dalam waktu yang lama) sekitar 6-9 bulan.
Namun, kata Sunardi, umumnya setelah terapi dihentikan penyakit itu bisa kambuh lagi. Karena itu bila setelah selesai terapi supresif, kemudian misalnya enam bulan kambuh lagi, maka dia harus melakukan pengobatan lagi, tetapi tidak perlu terapi terus menerus. ''Pada saat merasa mau kambuh langsung diobati,'' tambahnya.
Apa sesungguhnya herpes pada kelamin itu? Dr Sunardi Radiono SpKK dari SMF Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito/FK UGM, menjelaskan, Herpes genitalis adalah suatu penyakit disebabkan oleh virus herpes simpleks utamanya secara alamiah tipe 2 (HSV-2). Tetapi oleh karena perilaku seksual manusia macam-macam, seperti oral seks, bisa juga karena infeksi
herpes simpleks tipe 1 (HSV-1).
Kambuh lagi antara HSV-1 dan HSV-2 secara klinis tidak berbeda, kecuali tingkat
kekambuhan. HSV-2 umumnya mengenai pasien dewasa seksual aktif. Tanda-tandanya pada alat genital alias kelamin. Pada perempuan bisa peradangan dari selaput lendir vagina sampai vulva, juga pada kulit di sekitar genitalia. Itu pada waktu pertama kali terkena (primernya), muncul lepuh-lepuh kecil, mudah terbuka/erosi sehingga menjadi seperti koreng kecil-kecil, merasakan gatal dari ringan sampai pedih/sakit, keputihan.
Sedangkan pada laki-laki bintil-bintil kecil dan memecah dan berair seperti koreng kecil-kecil. Ini kalau pertama kali terkena. Kalau serangan ulang disebut herpes genitalis recurrent umumnya terbatas yang terkena, satu sisi saja yang kena, jumlahnya bintil-bintilnya sedikit, tapi sering kambuh.
HSV-1 normatif menyebabkan herpes simpleks labialis atau parsialis yang mengenai daerah bibir atau muka. Infeksi primer pada HSV-1 biasanya terjadi pada anak-anak (bayi sampai tujuh bayi) muncul seperti gomen. Dalam waktu 10 hari, penyakit itu sembuh. Untuk membuktikannya, kata Sunardi, perlu pemeriksaan laboratorium. ''Suatu saat setelah dia dewasa bisa kambuh sebagai herpes simpleks labialis,'' katanya.
Penyakit herpes genitalis bisa dialami oleh orang di seluruh dunia, dengan perilaku seksual yang hampir sama. Umumnya penderita atau partnernya pernah mempunyai riwayat berhubungan seks dengan pasangan di luar nikah. Laki-laki yang tidak sunat, lebih berisiko terkena penyakit herpes genitalis. Pasalnya, selaput lendirnya tipis. ''Kalau sudah disunat selaput lendirnya tebal, menjadi kulit biasa, sehingga relatif lebih sulit tertular,'' jelas Sunardi. Pernah diteliti di negara lain, penduduk dewasa kota-kota besar di dunia yang positif pernah kontak dengan HSV-2 lebih dari 80 persen. Di Indonesia penduduk dewasa kota yang positif pernah kontak dengan HSV-2 di bawah 60 persen. Namun, jumlah mereka yang sampai jatuh sakit sedikit. ''Biasanya yang sampai tidak sakit itu ada indikasi
kehidupan seksualnya lebih baik,'' kata Sunardi lagi.
Mengancam bayi Herpes genitalis yang disebabkan karena HSV-2 cenderung mudah kambuh dan kekambuhan ini sangat variatif. Menurut Sunardi, umumnya jika orang yagn terkena herpes kelelahan secara fisik atau secara mental, terlalu banyak kegiatan di tempat terbuka atau kena sinar matahari berlebihan, maka ia mudah kambuh. Lain halnya dengan HSV-1. Kekambuhannya jarang dan makin ringan penyakitnya, cenderung tidak mudah kambuh. Jika herpes genitalis mengenai seorang ibu, dan pada saat persalinan sedang kambuh, berisiko menular ke bayi yang dilahirkan ketika proses persalinan. Bayi yang terkena HSV-2 akibatnya macam-macam, antara lain radang pada mata, dan kalau berat bisa radang otak (ensefalitis), erupsi kulit yang menyeluruh. Hal ini yang bisa mengancam jiwa si bayi, sekitar 50 persen menyebabkan kematian.
HSV-2 ini ditularkan melalui hubungan seks. Karena itu pada ibu yang mendekati proses persalinan dan menderita atau sedang kambuh herpes genitalis, harus segera diobati. Kalau herpes genitalisnya tidak sedang kambuh, risiko penularan dari ibu ke bayi kecil. ''Di Indonesia kasus HSV-2 pada bayi jarang, tetapi pada orang dewasa cukup banyak. Apalagi yang perilakunya macam-macam,''tuturnya.
Bila seseorang terkena herpes genitalis ini persoalannya lebih banyak ke persoalan sosial, terutama bila sering kambuh, karena bisa mengganggu hubungan suami istri. Bila suami genitalnya sering sakit, lecet, lama-lama istrinya akan stress. Pengobatannya, setiap kali kambuh memerlukan waktu penyembuhan sekitar 5-10 hari. Untuk mencegah supaya tidak sering kambuh antara lain: gaya hidup sehat, jika pasangan ingin punya anak dengan aman, kebetulan mereka terkena herpes genitalis serta kambuh-kambuh terus, bisa ditekan dengan pengobatan supresif (diobati dalam waktu yang lama) sekitar 6-9 bulan.
Namun, kata Sunardi, umumnya setelah terapi dihentikan penyakit itu bisa kambuh lagi. Karena itu bila setelah selesai terapi supresif, kemudian misalnya enam bulan kambuh lagi, maka dia harus melakukan pengobatan lagi, tetapi tidak perlu terapi terus menerus. ''Pada saat merasa mau kambuh langsung diobati,'' tambahnya.
No comments:
Post a Comment